Senin, 15 Februari 2016

MENGENAL HAK - HAK DASAR BURUH



MENGENAL HAK-HAK DASAR BURUH
Apa sih hak itu?
Hak adalah suatu kondisi yang melekat atas hidup manusia. Hak ini dimiliki oleh seseorang dan dapat dinikmati keberadaannya. Apabila seseorang memiliki hak tersebut, maka orang tersebut dengan bebas menggunakan haknya tanpa ada tekanan ataupun ancaman dari pihak manapun. Untuk melindungi agar seseorang benar-benar mempunyai kebebasan dalam menggunakan haknya dan adanya perlindungan agar seseorang tetap dapat menikmati haknya, maka disepakati adanya HAM (Hak asasi manusia). HAM ini telah diatur sejak 10 desember tahun 1948 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), yang didalamnya termuat kandungan hak sipil politik dan hak ekonomi, sosial budaya.
Lalu dimana dengan Hak-hak dasar Buruh?
Hak buruh lahir sebagai konsekwensi (akibat) adanya hubungan kerja antara buruh dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hak buruh di Indonesia diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 (UUK no. 13 th. 2003).
HAK DASAR DALAM LINGKUP HUBUNGAN KERJA
A.    Setiap tenaga kerja berhak membuat perjanjian kerja dengan pengusaha
B.    Setiap pekerja berhak mendapatkan upah.
C.   Setiap pekerja berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama tanpa diskriminasi, meningkatkan dan mengembangkan potensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
D.    Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :
Ø  Pekerja dibawah umur/anak
Ø  Waktu Kerja
Ø  Pekerja Perempuan
Ø  Keselamatan dan kesehatan kerja;
Ø  Kebijakan Pengupahan
Ø  Pemutusan Hubungan Kerja
Ø  Moral dan kesusilaan;dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai-nilai agama.

E.     Setiap pekerja berhak memperoleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan fasilitas kesejahteraan lainnya
F.     Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi annggota serikat pekerja.
G.   Setiap pekerja berhak melakukan Mogok Kerja
I.        HAK DASAR UNTUK MEMBUAT PERJANJIAN KERJA / PKB
Hubungan Kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja, perjanjian kerja dibuat atas dasar kesepakatan keduabelah pihak, dan memnuhi unsur pekerjaan, upah dan perintah; kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan,.
Pekerja melalui Serikat pekerja, federasi dan konfederasi Serikat pekerja yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :
Ø  Membuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan Pengusaha paling sedikit memuat;
a.    hak dan kewajiban pengusaha;
b.    hak dan kewajiban serikat pekerja serta pekerja;
c.    jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama;
d.    tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.
Ø  Penyusunan perjanjian kerja bersama dilaksanakan secara musyawarah. Perjanjian kerja bersama harus dibuat secara tertulis dengan huruf latin dan menggunakan bahasa Indonesia
Ø  Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan
Ø  Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang masa berlakunya paling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh.
Ø  Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.
Ø  Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.
Ø  Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Ø  Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku.
(UU 13/2003 & UU 21/2000 )
II.        HAK DASAR PEKERJA MENDAPATKAN UPAH
Ø  Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Ø  Komponen Upah dapat terdiri dari; Upah Pokok (UMP/UMSP) dan Tunjangan Tetap dan Tunjangan Tidak Tetap

Ø  Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok sedikit-dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.


III.        SETIAP PEKERJA/BURUH BERHAK MEMPEROLEH PERLAKUAN YANG SAMA TANPA DISKRIMINASI DARI PENGUSAHA
Ø  Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik
Ø  Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

Ø  Pengusaha bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja.

IV.        SETIAP PEKERJA MEMPUNYAI HAK UNTUK MEMPEROLEH PERLINDUNGAN ATAS;

Ø  Hak perlindungan atas pekerja dibawah umur/anak
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial
Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan dimaksud ha-rus memenuhi persyaratan :
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Ø  Hak Perlindungan Atas Waktu Kerja;
Hak Dasar Pekerja Atas Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti Dan Libur
Setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja sebagaimana berikut:
a)    7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b)    8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
-       Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja harus memenuhi syarat: ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
-       Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja wajib membayar upah kerja lembur.
-       Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Yang meliputi:
a)    istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;
b)    istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
c)    cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan
d)    istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
(UU 13/2003)
Ø  Hak Perlindungan Terhadap Pekerja Perempuan;
-       Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 s.d. 07.00.
-       Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00.
-       Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 s.d. pukul 07.00 wajib: memberikan makanan dan minuman bergizi; dan menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.
-       Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 s.d. pukul 05.00.
-       Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja perempuan dengan alasan menikah, hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya.
-       Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
-       Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
-       Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
-       Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusui harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja.
 (Dasar hukum UU 13/2003, PERMEN 03/1989 & KEPMEN 224/2003)

Ø  Hak Perlindungan atas Keselamatan dan kesehatan kerja;
-       Bahwa setiap Pekerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan, Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diselenggarakan untuk melindungi keselamatan pekerja, dengan menetapkan Syarat – syarat Keselamatan dan kesehatan kerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal  

-       Pekerja berhak menyatakan keberatan kerja pada tempat pekerjaan dimana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya. "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;

Ø  Hak Perlindungan atas Kebijakan Pengupahan
-       Setiap pekerja berhak untuk memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/ buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua
-       Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum, Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun dan dilakukan peninjauan besarnya upah pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun.
-       Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara buruh laki-laki dan buruh wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.
-       Pengusaha wajib membayar upah kepada buruh, Jika buruh sendiri sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaannya dan Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagai berikut:
a)    Pekerja menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari;
b)    Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari;
c)    Menghitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
d)    membabtiskan anak, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
e)    Isteri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari
f)     Suami/Isteri, Orang tua/Mertua atau anak/menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari dan
g)    Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 hari
-       Pengusaha wajib membayar upah yang biasa dibayarkan kepada buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban negara, jika dalam menjalankan pekerjaan tersebut buruh tidak mendapatkan upah atau tunjangan lainnya dari pemerintah tetapi tidak melebihi 1 (satu) tahun.
-       Pengusaha wajib untuk tetap membayar upah kepada buruh yang tidak dapat menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban ibadah menurut agamanya selama waktu yang diperlukan, tetapi tidak melebihi 3 (tiga) bulan.
-       Pengusaha wajib untuk membayar upah kepada buruh yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan, akan tetapi pengusaha tidak mempekerjakan baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.
-       Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah 5% (lima persen) untuk tiap hari keterlambatan. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.
-       Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang harus didahulukan pembayarannya.
Ø  Hak Perlindungan atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
-       Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
-       Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau dengan pekerja apabila pekerja yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja.
-       Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI).
-       Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga PPHI disertai alasan yang menjadi dasarnya.
-       Permohonan penetapan dapat diterima oleh lembaga PPHI apabila telah dirundingkan.
-       Penetapan atas permohonan PHK hanya dapat diberikan oleh lembaga PPHI jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.
-       Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan:
a.    pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b.    pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.    pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d.    pekerja/buruh menikah;
e.    pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f.      pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan, atau perjanjian kerja bersama;
g.    pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
h.    pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i.      karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j.      pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
-       Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud diatas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.
-       Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial batal demi hukum.
-       Selama putusan lembaga PPHI belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.
-       Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap ketentuan tersebut berupa tindakan skorsing kepada pekerja/buruh yang sedang dalam proses PHK dengan tetap wajib membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.



LANDASAN HUKUM;
1.       UUD tahun 1945
Pasal 27 ( 2 ) Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat & berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan/tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
2.       UU No. 18 Tahun 1956 tentang persetujuan konvensi ILO No. 98 (1949); tentang berlakunya dasar-dasar dari hak untuk berorganisasi dan untuk berunding bersama.
3.       UU No. 1 Tahun 1970; tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
4.       UU No. 3 Tahun 1992; tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
5.       UU No. 21 Tahun 2000; tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
6.       UU No. 13 Tahun 2003; tentang Ketenagakerjaan.
7.       UU No. 2 Tahun 2004; tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
8.       UU No. 40 Tahun 2004; Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
9.       UU No. 24 Tahun 2011; tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
10.    PP No. 8 Tahun 1981; tentang perlindungan upah.
11.    PP No. 4 Tahun 1993; tentang Jaminan Kecelakaan Kerja.
12.    PP No. 78 Tahun 2015; tentang Pengupahan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar